Social Icons

Jumat, 11 Januari 2013

5 KEMATIAN TERANEH DIDUNIA


Kematian adalah hal yang tidak mungkin bisa kita hindari. Kita tidak pernah tahu kapan, dimana dan cara ajal akan menjemput kita. Cara kematian pun beragam, dari sakit, kecelakaan, ada juga kemati-kematian yang amat sangat konyol dan aneh. Berikut 5 Kisah Kematian Teraneh Dan Terkonyol Di Dunia versi seo the seep's :

1. Meninggal karena janggut
Hans Steininger merupakan orang Austria yang sangat terkenal karena janggutnya yang terpanjang di dunia. Panjangnya sekitar 140 cm. Pada suatu hari di tahun 1567, terjadi kebakaran yang mengharuskan semua orang lari. Beliau lupa mengikat janggutnya yang panjang itu. Karena terburu-buru, ia menginjak janggutnya sendiri dan terjatuh. Lehernya patah dan ia pun tewas seketika.
2. Meninggal karena lidah tergigit
Allan Pinkerton (1819-1884) adalah seorang agen detektif yang terkenal dengan Pinkertondetective agency-nya. Suatu hari ia sedang berjalan di trotoar. Ia terpeleset. Tidak sengaja lidahnya tergigit, dan terjadilah infeksi yang kemudian membunuhnya.
3.Meninggal karena menendang peti
Mirip dengan Lully, tapi ini terjadi di awal abad 20 pada Jack Daniel, seorang pengusaha whiskey terkenal dari Tennessee, Amerika Serikat. Pada suatu subuh ia ingin membuka salah satu peti, namun ia lupa nomor kombinasinya. Ia mengamuk dan menendang peti tersebut. Salah satu jarinya terluka, meradang (infeksi), dan akhirnya menewaskannya.
4.Meninggal karena kulit jeruk
Bobby Leach (1858-1926) adalah seorang stunter. Ia juga orang kedua di dunia yang berhasil menaklukkan air terjun Niagara dengan barrel-nya. Ia meninggal tahun 1926, dua bulan setelah tungkainya diamputasi. Mengapa? Ternyata ia terpeleset akibat menginjak kulit jeruk di jalanan, di Selandia Baru. Tungkainya patah dan terjadi infeksi berat. Saat itu belum ada antibiotik, dan ajalpun menjemput.
5. Meninggal di panggung konser
Leslie Harvey, gitaris Stone the Crows, meninggal pada tahun 1972 karena tersengat listrik dari mikrofon yang ia gunakan di panggung konser.
Itulah 5 Kisah Kematian Teraneh Dan Terkonyol Di Dunia ANDA punya kisah lain share donk :D
readmore...

Selasa, 08 Januari 2013

Pohon Apel (Story of Aplle tree)





Dahulu kala, ada sebuah pohon apel yang sangat

besar.

Seorang anak kecil suka datang dan bermain di

sekitarnya setiap hari. Ia memanjat puncuk pohon,
memakan buah apel, dan istirahat di bawah
bayangannya.

Ia suka sekali pada pohon itu, dan pohon itu suka

sekali bermain dengannya.

Waktu berlalu .. Anak kecil itu tumbuh besar dan

tidak
lagi bermain di sekitar pohon itu setiap harinya.

Suatu hari, anak itu kembali ke pohon itu dan

kelihatan sedih. "Mari bermain denganku .. ,"
kata
pohon kepada anak itu.

"Saya sudah bukan anak kecil lagi, dan saya tidak

bermain di sekitar pohon lagi." Anak itu
menyahut,
"Aku ingin mainan. Aku ingin uang untuk membeli
mainan."

"Maaf, saya tidak punya uang .. tapi, anda dapat

mengambil seluruh apelku dan menjualnya. Jadi,
anda
mendapatkan uang." Anak itu gembira. Ia pungut
seluruh apel di pohon itu dan pergi dengan suka
ria.

Selanjutnya anak itu tidak lagi kembali setelah

mengambil apel-apel itu. Si pohon sedih.

Suatu hari, anak itu datang lagi dan si pohon

sungguh
sangat gembira. "Datang dan bermain denganku,"
kata
pohon. Saya tidak punya waktu untuk bermain. Saya
harus kerja untuk keluargaku.
Saya membutuhkan rumah
untuk
berlindung. Dapatkah engkau menolongku ?" "Maaf,
saya
tidak punya rumah. Tapi, anda dapat memotong
dahanku
untuk membangun suatu rumah.
" Selanjutnya, anak itu
memotong seluruh dahan pohon itu dan pergi dengan
gembira.

Pohon itu senang melihatnya gembira, tapi anak

itu
tidak pernah kembali lagi semenjak itu. Pohon itu
kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak itu kembali lagi dan

Si pohon menjadi gembira.

"Datang dan bermain denganku!" kata pohon itu.

"Saya sedang sedih. Saya ingin pergi berlayar
untuk
santai. Dapatkah kau buatkan aku sebuah perahu ?"
"Gunakan kayuku untuk membuat perahumu.Anda dapat
memancing di kejauhan dan bersenang-senang."
Selanjutnya, anak itu memotong pohon itu untuk
membuat
perahu. Ia pergi berlayar dan tidak pernah
terlihat
dalam waktu yang cukup lama.

Akhirnya, anak itu kembali setelah ia pergi

beberapa
tahun. "Maaf, anakku.
Tapi, saya tidak punya sesuatu lagi untukmu.
Tidak
punya apel .." kata si pohon.
"Saya tidak punya gigi untuk menggigit" kata anak
itu.

"Saya tidak punya dahan untuk kau panjati"

"Saya terlalu tua untuk memanjat sekarang" kata
anak itu.
"Saya benar-benar tidak dapat memberimu sesuatu
Satu-satunya yang tertinggal adalah akarku yang
mati"
kata pohon itu sambil menangis.

"Saya tidak terlalu membutuhkannya .. hanya

sebagai
tempat istirahat. Saya sangat lelah setelah
sekian
tahun ini." jawab anak itu.

"oh .. bagus ! Akar pohon yang tua adalah tempat

yang
cocok untuk sandaran dan istirahat. Sini ..
sini ..
duduk di sini denganku dan istirahat."

Anak itu duduk, dan membuat pohon itu gembira dan

tersenyum mengeluarkan air mata .....

Ini adalah cerita untuk semua orang. Pohon itu

adalah
orang tua kita. Ketika kita masih muda, kita
senang
bermain dengan ayah dan ibu .. ketika dewasa,
kita
melupakannya .. hanya datang kepadanya ketika
kita
memerlukan sesuatu atau ketika kita mempunyai
masalah.

Apapun yang terjadi, orang tua selalu ada dan

memberikan apa yang bisa diberikan untuk
membuatmu senang.

Anda dapat berfikir anak itu jahat kepada

pohon, tetapi itulah bagaimana kita memperlakukan
orang tua kita. maka, tolong ... cintailah orang
tuamu

readmore...

Selasa, 31 Mei 2011

Kisah Mendorong Batu

Seorang laki-laki sedang tertidur di bawah pohon besar. Kemudian dia bermimpi ada cahaya terang mendatanginya. Dia bermimpi bertemu Tuhan.
Tuhan berkata kepadanya bahwa ada pekerjaan yang harus dilakukannya. Lalu Tuhan menunjukkan kepadanya sebuah batu besar di depan pondoknya. Tuhan menjelaskan bahwa ia harus mendorong batu itu dengan seluruh kekuatannya.
Hal ini dikerjakan laki-laki itu setiap hari. Berbulan-bulan ia bekerja sejak matahari terbit sampai terbenam, pundaknya sering menjadi kaku menahan dingin, ia kelelahan karena mendorong dengan seluruh kemampuannya. Setiap malam laki-laki itu kembali ke kamarnya dengan sedih dan cemas, merasa bahwa sepanjang harinya kosong dan tersia-sia.
Ketika laki-laki itu mulai putus asa, si Iblispun mulai mengambil bagian untuk mengacaukan pikirannya “Sekian lama kau telah mendorong batu itu tetapi batu itu tidak bergeming. Apa kau ingin bunuh diri? Kau tidak akan pernah bisa memindahkannnya.”
Lalu, ditunjukkannya pada laki-laki itu bahwa tugas itu sangat tidak masuk akal dan salah. Pikiran tersebut kemudian membuat laki-laki itu putus asa dan patah semangat.
“Mengapa aku harus bunuh diri seperti ini?” pikirnya.
“Aku akan menyisihkan waktuku, dengan sedikit usaha, dan itu akan cukup baik.”
Dan itulah yang direncanakan, sampai suatu hari diputuskannya untuk berdoa dan mengadu segala permasalahannya itu kepada Tuhan.
“Tuhan,” katanya “Aku telah bekerja keras sekian lama dan menjalankan perintah-Mu, dengan segenap kekuatanku melakukan apa yang Kau inginkan. Tetapi sampai sekarang aku tidak dapat menggerakkan batu itu setengah milimeterpun. Mengapa?
Mengapa aku gagal?
Tuhan berkata,”Hambaku, ketika aku memintamu untuk melaksanakan perintah-Ku dan kau menyanggupi, Aku berkata bahwa tugasmu adalah mendorong batu itu dengan seluruh kekuatanmu seperti yang telah kau lakukan. Tapi tidak sekalipun Aku berkata bahwa kau mesti menggesernya. Tugasmu hanyalah mendorong. Dan kini kau datang padaKu dengan tenaga terkuras, berpikir bahwa kau telah gagal. tetapi apakah benar?”
”Lihatlah dirimu. Lenganmu kuat dan berotot, punggungmu tegap dan coklat, tanganmu keras karena tekanan terus- menerus, dan kakimu menjadi gempal dan kuat. Sebaliknya kau telah bertumbuh banyak dan kini kemampuanmu melebihi sebelumnya. Meski kau belum menggeser batu itu. Tetapi ketaatanmu adalah menurut dan mendorong dan belajar untuk setia dan percaya akan hikmah yang akan Kuberikan kepadamu.”
Lelaki itu tiba-tiba terbangun dari mimpinya, dan bersujud syukur karena ia merasa dan paham bahwa ia telah mendapatkan hidayah-Nya. 



Terkadang, ketika kita mendengar perintah Allah, yang pertama kali kita gunakan cenderung pikiran dan nafsu kita untuk menganalisa keinginanNya, bukan keimanan dahulu yang kita utamakan. Padahal perintah itu jelas kebenarannya.
Sesungguhnya apa yang Allah inginkan adalah hal-hal yang sangat sederhana agar menuruti dan taat kepadaNya. Dan yakinlah itu adalah kebutuhan kita. Allah tidak butuh ibadah kita. Demi Allah, ketika semua makhluk berpaling dari Nya, maka tidak akan mengurangi sedikitpun kebesaran dan kemulyaan Allah. Dan sebaliknya ketika semua makhluk beribadah kepada Nya, tidak akan menambah sedikitpun kebesaran dan kemuliaan Allah Tuhan kita.
Satu sisi terkadang kita salah menilai sebuah kegagalan… Padahal dibalik sebuah kegagalan banyak pelajaran penting yang kita dapatkan..

betul??
Insya Allah…

Terimakasih telah membaca, Salam Motivasi..!
readmore...

Untuk Kedua Orang Tuaku Maafkan Aku

Dahulu kala, ada sebuah pohon apel besar. Seorang anak kecil suka datang dan bermain-main setiap hari. Dia senang naik ke atas pohon, makan apel, tidur sejenak di bawah bayang-bayang pohon apel … Ia mencintai pohon apel iu dan pohon itu senang bermain dengan dia. Waktu berlalu …….
Anak kecil itu sudah dewasa dan dia berhari-hari tidak lagi bermain di sekitar pohon. Suatu hari anak itu datang kembali ke pohon dan ia tampak sedih. “Ayo bermain dengan saya,” pinta pohon apel itu. Aku bukan lagi seorang anak, saya tidak ‘bermain di sekitar pohon lagi. “Anak itu menjawab,” Aku ingin mainan. Aku butuh uang untuk membelinya. “” Maaf, tapi saya tidak punya uang ….. tapi Anda bisa mengambil buah apel saya dan menjualnya. Maka Anda akan punya uang. “Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua apel di pohon dan pergi dengan gembira. Anak itu tidak pernah kembali setelah ia mengambil buah apel. Pohon itu sedih.
Suatu hari anak itu kembali dan pohon itu sangat senang. “Ayo bermain-main dengan saya” kata pohon apel. Saya tidak punya waktu untuk bermain. Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Dapatkah Anda membantu saya? “Maaf tapi aku tidak punya rumah. Tetapi Anda dapat memotong cabang-cabang saya untuk membangun rumahmu.” Lalu, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting dari pohon dan pergi dengan gembira. Pohon itu senang melihatnya bahagia, tapi anak itu tidak pernah kembali sejak saat itu.
Pohon itu kesepian dan sedih. Suatu hari di musim panas, anak itu kembali dan pohon itu begitu gembira. “Ayo bermain-main dengan saya!” kata pohon. “Saya sangat sedih dan mulai tua. Saya ingin pergi berlayar untuk bersantai dengan diriku sendiri. Dapatkah kau memberiku perahu?” … “Gunakan batang pohonku untuk membangun perahu. Anda dapat berlayar jauh dan menjadi bahagia.” Lalu anak itu memotong batang pohon untuk membuat perahu. Dia pergi berlayar dan tak pernah muncul untuk waktu yang sangat panjang.
Akhirnya, anak itu kembali setelah ia pergi selama bertahun-tahun. “Maaf, anakku, tapi aku tidak punya apa-apa untuk Anda lagi. Tidak ada lagi apel untuk ananda. …” kata pohon “…..
” Saya tidak punya gigi untuk menggigit “jawab anak itu.”
” Tidak ada lagi batang bagi Anda untuk memanjat” .
“Saya terlalu tua untuk itu sekarang” kata anak itu.”
“Saya benar-benar tak bisa memberikan apa-apa ….. satu-satunya yang tersisa adalah akar sekarat” kata pohon apel dengan air mata.
“Aku tidak membutuhkan banyak sekarang, hanya sebuah tempat untuk beristirahat. Saya lelah setelah sekian tahun.” Anak itu menjawab.
“Bagus! Akar Pohon Tua adalah tempat terbaik untuk bersandar dan beristirahat di situ.” “Ayo, ayo duduk bersama saya dan istirahat”
Anak itu duduk dan pohon itu sangat gembira dan tersenyum dengan air mata.
ini adalah cerita untuk semua orang. Pohon adalah orang tua kita. Ketika kita masih muda, kita senang bermain dengan Ibu dan Ayah … Ketika kita tumbuh dewasa, kita meninggalkan mereka … hanya datang kepada mereka ketika kita memerlukan sesuatu atau ketika kita berada dalam kesulitan. Tidak peduli apa pun, orang tua akan selalu berada di sana dan memberikan segala sesuatu yang mereka bisa untuk membuat Anda bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak laki-laki itu kejam kepada pohon tapi itu adalah bagaimana kita semua memperlakukan orang tua kita.
readmore...

Kisah Wortel, Telur, dan Kopi

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.
Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.
Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.
Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.
Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”
Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.
Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.
“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”
“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”
“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”
“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”
“Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri”
readmore...

Rabu, 16 Februari 2011

Dunia dan penyesalan

Di bawah ini adalah salah satu contoh tragis. 
Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai akhirnya
Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang
dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep
dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun
profesi yang akan digelutinya. ”Why not the best,” katanya selalu,
mengutip seorang mantan presiden Amerika.
Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum
Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah
satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.
Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ‘’selevel”; sama-sama berprestasi, 
meski berbeda profesi.
Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf
diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah
kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf
pertama hijaiyah ”alif” dan huruf terakhir ”ya”, jadilah nama yang enak
didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud
menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.
Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan
Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari
satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.
Setulusnya saya pernah bertanya, ”Tidakkah si Alif terlalu kecil
untuk ditinggal-tinggal? ” Dengan sigap Rani menjawab, ”Oh, saya sudah
mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!” Ucapannya itu
betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani
secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol
jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah,
cerdas dan gampang mengerti.
Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata
wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama
besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
”Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.” Begitu selalu
nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik.
Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali
menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk
menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini
”memahami” orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek
minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan
perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali
ngambek.
Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. 
Maka, Rani menyapanya ”malaikat kecilku”.
Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya
super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada
keluarga ini.
Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif
menolak dimandikan baby sitter. ”Alif ingin Bunda mandikan,” ujarnya
penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat
diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit
berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut
membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya.
Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.
Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ”Bunda, mandikan aku!”
kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir,
mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak
lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa
ditinggal juga.
Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter.
”Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.”
Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah
punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang
oleh-Nya.
Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor
barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia
adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut,
Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya
sendiri.
Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil
terbaring kaku. ”Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,” ucapnya lirih, di
tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari
sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri
mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu,
berkata, ”Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya
ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga
kan?” Saya diam saja.
Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya
mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ”Ini
konsekuensi sebuah pilihan,” lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat.
Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.
Tiba-tiba Rani berlutut. ”Aku ibunyaaa!” serunya histeris, lantas
tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis,
lebih-lebih tangisan yang meledak. ”Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan
Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..”
Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan
tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang
menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.
– Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
– Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang 
amat sangat.
– Sering kali orang sibuk ‘di luaran’, asik dengan dunianya dan
ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang-orang di dekatnya yang
disayanginya. Akan masih ada waktu ‘nanti’ buat mereka jadi abaikan
saja dulu.
– Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan
kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan
mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
MEREKA LUPA BAHWA ALLAH YANG MENENTUKAN SEMUANYA. HIDUP, MATI, RIZQI, JODOH 
HANYA ALLAH YANG MENENTUKAN.
– Pelajaran yang sangat menyedihkan.
Sumber : dikutip dari milis cetifasi
readmore...

Kisah Mengharukan Seorang Anak Dengan Ayahnya

Seperti biasa Andrew, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta , tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Sarah, putri pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya.

Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.
"Kok, belum tidur ?"
sapa Andrew sambil mencium anaknya. Biasanya Sarah memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Sarah menjawab, "Aku nunggu
Papa pulang. Sebab aku mau Tanya berapa sih gaji Papa ?"
"Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?"
"Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Sarah singkat.
"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja
sekitar 10jam dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja.

Sabtu dan Minggu libur, kadang Sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?"
Sarah berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Andrew beranjak menuju
kamar untuk berganti pakaian, Sarah berlari mengikutinya."Kalo satu hari Papa dibayar
Rp. 400.000,-untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong" katanya.

"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur" perintah Andrew. Tetapi Sarah tidak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian,Sarah kembali
bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?"

"Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah".
"Tapi Papa..."
Kesabaran Andrew pun habis. "Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Sarah. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Andrew nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Sarah di kamar
tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Sarah didapati sedang terisak-isak
pelan sambil memegang uang Rp.15.000,- di tangannya. Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Andrew berkata, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Sarah.
Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp.5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab Andrew

"Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah
menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini".

"lya, iya, tapi buat apa ?" tanya Andrew lembut.
"Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp.15.000,- tapi.. karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp.. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp.5.000, makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Sarah polos.

Andrew pun terdiam. ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.

"Bagi dunia kau hanya seseorang, tapi bagi seseorang kau adalah dunianya"
readmore...